Sunday, January 28, 2007

Serial SASHI ( judul ke III)

(Majalah Bravo Ed. I/Februari 2007)

(cerita ini yg pertama kali dibuat n sebagai awal dari serial Sashi pada mulanya)

SAYAP SASHI

Hari ini Sashi, peri kecil yang cantik ulang tahun.

”Selamat ulang tahun sayang, sekarang Sashi sudah tujuh tahun, tidak boleh nakal dan cengeng lagi ya,” kata Ayah seraya mencium pipi Sashi.

”Dan tidak boleh suka ngambek,” Ibu menggoda dan gantian mencium pipi nya.

” Terus kado buat Sashi mana?” tanya Sashi.

”Nanti pulang sekolah baru ibu berikan, sekarang sarapan dulu ya, ada sup bunga kesukaan Sashi,” ujar ibu lalu menata meja makan.

”Ayah akan belikan Sashi buku ”Belajar Terbang” dan nanti akan ayah ajarkan Sashi agar bisa terbang,” tambah Ayah.

”Benarkah ayah?” Tanyanya tak percaya. ”Tapi sayap Sashi belum tumbuh, bagaimana bisa terbang?”

”Peri seperti kita ini nak, sayapnya akan tumbuh setelah berumur tujuh tahun. Tapi tidak semua anak bisa cepat mendapatkan sayapnya. Ada yang baru bertahun-tahun sayap nya baru tumbuh. Semua tergantung diri kita sendiri,” Ayah menjelaskan.

Sashi teringat teman-teman di kelas nya. Ada beberapa teman yang telah memiliki sayap namun ada juga yang belum punya sayap padahal ulang tahun ke tujuh mereka sudah lama lewat.

”Maksud Ayah?” Sashi tidak mengerti.

”Sayap kamu akan tumbuh setelah kamu melakukan tiga kebaikan dengan tulus. Itu syarat yang harus kamu penuhi. ” jelas Ayah. ”Nah, mulailah melakukan hal baik tanpa minta imbalan ya”

”Dan sekarang makan dulu sup nya, nanti dingin” Ibu memotong pembicaraan.

Sashi lalu duduk di samping ayahnya dan mulai menyantap sup dengan memikirkan tiga kebaikan apa yang akan dilakukannya.

Satu minggu berlalu namun sayap di tubuh Sashi belum tumbuh juga. Padahal selama ini dia telah melakukan berbagai hal baik seperti membantu Fia teman sekelasnya mengerjakan PR Matematika, membagi kue nya pada Lia, menyumbangkan pakaian-pakaian nya yang masih bagus untuk teman-teman nya yang orang tuanya kurang mampu dan masih banyak lagi yang dia lakukan, tapi semuanya ternyata tidak memenuhi syarat.

”Kok sayap Sashi belum juga tumbuh ya bu, padahal banyak kebaikan yang telah Sashi lakukan,” Sashi mengeluh.

”Kebaikan itu tidak boleh dihitung-hitung nak. Mungkin kau tidak tulus dan mengharap imbalan ketika melakukan hal baik itu,” ujar ibu seraya mengelus rambut Sashi dengan sayang.

Sashi diam. Terbayang oleh nya dia memang selalu berharap sayap nya tumbuh sebagai imbalan perbuatan baiknya.

”Oh ya, buku dari Ayah tentang Belajar Terbang belum Sashi baca?” tanya ibu.

”Ih. ibu, sayap saja belum tumbuh, malas ah,” cetus Sashi manyun.

Ibu tertawa dan geleng-geleng kepala melihat Sashi yang tampak sewot.

Sashi sedang tiduran di kamar ketika di dengar nya suara ibu memanggil.

”Ibu kenapa?” tanya Sashi. Muka ibu memang tampak pucat.

”Ibu pusing nak, tolong belikan ibu obat ya ke toko obat Pak Dimo,” pinta ibu sambil memberikan uang pada Sashi.

”Tapi ibu belum makan dari tadi. Sashi ambilkan dulu ya,” ujar Sashi. Bergegas dia ke dapur, dan menyiapkan sup untuk ibu nya.

”Ibu makan dulu ya sementara Sashi beli obat.” Sashi lalu bergegas keluar rumah.

”Mau ke mana Sashi?” Nek Rimbi, wanita tua yang tinggal di depan rumahnya menyapa Sashi yang sedang berjalan cepat-cepat.

”Beli obat untuk ibu di Toko Pak Dimo, nek,” jawab Sashi.

”Kamu bisa sekalian menyampaikan pesan ke Todi, anak yang tinggal di ujung jalan sana nak?” tanya nek Rimbi. ”Katakan padanya untuk menyiram bunga-bunga di pekarangan nenek. Lihatlah nak, bunga-bunganya sudah kehausan,”

Sashi mengamati pekarangan nek Rimbi. Bunga-bunga tampak hampir layu.

”Nek, biar Sashi saja yang menyiramnya. Pulang dari beli obat untuk ibu Sashi akan ke rumah nenek,” tawar Sashi cepat. ” Tapi sekarang Sashi ke toko obat dulu ya nek, takut ibu menunggu lama.”

Nek Rimbi mengangguk senang. Sashi berjalan cepat menuju toko Pak Dimo. Di sana dia bertemu Lia yang tampak kebingungan.

”Kamu kenapa?” tanya Sashi ikutan bingung.

”Adikku sakit, aku mau membeli obat, tapi uangku hilang di jalan,” Lia berkata dengan suara yang terdengar sedih.

”Ya sudah aku belikan ya sekalian,” hibur Sahi.

”Tapi itu uang ibu mu Sashi,” Lia menolak.

”Tidak apa-apa, nanti akan Sashi ganti dengan uang tabungan Sashi kok,” kata Sashi cepat dan setelah mendapatkan obat untuk ibu dan adik Lia, Sashi berlari pulang. ”Ibu ini obat nya.” Sashi mendekati ibu dan memberikan obat.

”Terima kasih sayang,” ujar ibu senang. ” Hei coba lihat di punggungmu nak! ”

Sashi cepat membelakangi cermin dan betapa terkejutnya ia ketika melihat pantulan sayap yang indah terpasang di punggungnya.

”Ibu, Sashi punya sayap,” seru Sashi gembira. ”Apa karena tadi Sashi berjanji akan menolong nek Rimbi untuk menyiram bunga dan membelikan obat untuk adik nya Lia? Tapi satu nya apa lagi ya?”

”Menolong ibu membelikan obat dan hmm...bukankah kamu yang menyiapkan sup untuk ibu?” Ibu tertawa. ”Tapi sayang, ibu buka rahasia ya, sebenarnya tanpa melakukan tiga kebaikan pun pada waktunya bila tubuhmu telah siap untuk mempunyai sayap, dia akan tumbuh dengan sendirinya. Ayah cuma menggoda mu saja. Kamu sih malas membaca buku yang dibelikan ayah, padahal di buku itu dijelaskan proses memiliki sayap dan cara untuk terbang.”

”Yah...ayah dan ibu curang!” Sashi kaget tapi menyesali kemalasannya. ”Ya deh Sashi tidak akan malas membaca buku lagi bu.”

”Kamu menyesal telah melakukan hal yang baik? ” goda ibu.

”Sashi senang melakukan hal baik dengan tulus, menolong orang tanpa minta imbalan,” Kata Sashi tegas. Sungguh dia merasa keharuan ketika melihat raut muka lega Lia dan senyum gembira nek Rimbi karena pertolongannya.

Sashi memeluk Ibu nya. Ah...kado ulang tahun dari ayah dan ibu tahun ini sungguh indah, pelajaran berharga yang tak akan dia lupakan.

No comments: