Sunday, January 28, 2007

SERIAL SASHI (judul ke I)




1.SASHI DI RUMAH BARU

Pagi-pagi sekali Sashi sudah bangun. Suara berisik dari balik pintu kamarnya yang membuatnya terjaga. Ini tidak seperti hari-hari kemarin. Biasanya Sashi bangun tidur kalau matahari sudah mengintip dan menebarkan sinar hangat ke kamarnya yang dipenuhi gambar bunga mawar merah jambu dan kupu-kupu beraneka warna. Peri mungil itu menggeliatkan tubuhnya sebentar sebelum meloncat turun dari tempat tidur kecil beralaskan kasur yang empuk.

Sashi keluar kamar dengan malas. Di ruang keluarga tampak ibu, ayah dan beberapa tetangga sibuk membawa barang-barang keluar rumah untuk dimasukkan dalam beberapa kotak besar.

”Tumben sudah bangun, Sashi?’ goda tante Melia, tetangga sebelah rumah Sashi.
Sashi diam saja. Mulutnya menekuk lucu. Tante Melia tersenyum melihatnya yang cemberut.

”Ibu, kita jadi pindah rumah ya?” tanya Sashi menghampiri ibunya.

”Iya, sayang. Sashi pasti senang di sana,” hibur ibu. Ibu tahu kalau Sashi merasa berat meninggalkan rumah mereka ini.

Sashi menggigit bibirnya. Rasanya dia ingin menangis. Tapi kalau dia menangis nanti ayah dan ibu jadi sedih. Sashi mengerti kalau mereka memang harus pindah dari rumah yang mereka tempati sekarang. Rumah ini mereka sewa dari tante Geby, teman ibu dan sekarang ayah sudah membeli rumah. Tapi ini berarti Sashi harus meninggalkan kamarnya yang hangat, kolam ikan di halaman belakang dan yang paling menyedihkan adalah mulai sekarang dia tidak bisa lagi bermain bersama Dea, Rosita dan Marsha, teman-teman bermain yang menyenangkan.

Berat rasanya memulai hari-hari pertama di rumah yang baru. Ibu dan ayah berusaha menghiburnya dengan mengajaknya berjalan-jalan di seputar rumah mereka. Tapi Sashi tidak mau. Dia belum bisa melupakan rasa kangennya dengan rumah mereka yang lama terlebih pada teman-temannya.

”Bantu ibu bikin puding jagung yuk,” ajak ibu. Ibu baru pulang dari memetik jagung yang tumbuh di kebun, tak jauh dari rumah mereka.

”Ibu, apakah kita harus tinggal di sini selamanya?” tanya Sashi sambil membuntuti langkah ibu ke dapur.

Ibu meletakkan kantong besar yang dibawanya ke meja dapur. Dipandanginya muka peri kecil di hadapannya yang tampak muram. Rambut keriwil-keriwilnya yang biasanya indah kini terlihat agak awut-awutan.

”Sashi tidak menyukai rumah kita ini ya?” tanya ibu.

Sashi memandang berkeliling. Sebenarnya dia menyukai rumah barunya ini. Rumah berbentuk buah strawberry ini sungguh indah tak kalah dengan rumahnya terdahulu yang berbentuk mawar merah. Sashi juga mendapatkan kamar yang hangat dengan jendela besar menghadap kolam ikan mungil yang dikelilingi dengan bermacam-macam bunga di tepi kolam. Apa lagi dapur di rumah barunya ini lebih besar dan lega. Di sudut dapur ada lemari besar tempat menyimpan berbagai penganan dan bisa menjadi tempat bermain petak umpet. Tapi bermain dengan siapa? Sashi merasa kesepian.

”Sashi kangen dengan rumah kita yang dulu,” Sashi terisak.

”Ini karena Sashi belum terbiasa, sayang.” hibur ibu.

”Ibu, kita harus pindah ke rumah yang dulu, Sashi nggak mau disini,” Sashi menangis dan menghambur masuk ke kamarnya meninggalkan ibu yang menjadi bingung melihat tingkahnya.

Sore ini langit cerah. Sashi melemparkan potongan roti ke kolam. Beberapa ikam mas berebut menangkap potongan roti berbentuk dadu dan menimbulkan suara kecipak. Sashi tertawa, tak urung hatinya sedikit gembira.

”Hai....kamu Sashi, bukan?” ada suara menyapanya.

Sashi menoleh ke suara yang memanggilnya itu. Tampak peri kecil berambut merah yang sepertinya sebaya dengannya menatapnya dengan malu-malu.

”Iya, kamu siapa?” tanya Sashi.

”Aku Felika, tetangga kamu. Tuh rumahku,” tunjuk Felika ke sebuah rumah tepat di sebelah rumahnya. ”Jendela kamarku persis menghadap jendela kamar kamu.”
”Eh, kamu kok tahu namaku?” tanya Sashi heran.

Felika berjalan ke arah Sashi dan duduk di sebelah Sashi. ”Ibu kamu yang cerita pada ibuku. Aku pengen kenalan sama kamu tapi kamu tak pernah keluar rumah. Baru hari ini aku lihat kamu,” jelas Felika.

Oh...Sashi manggut-manggut. Diperhatikannya teman barunya itu. Felika begitu ramah sehingga Sashi merasa langsung akrab dengannya.

”Eh, aku kenalin sama teman-teman yang lain yuk, tapi sebelumnya aku akan mengajak kamu jalan-jalan” ajak Felika.

Sashi setuju. Setelah pamit sama ibu, Sashi dan Felika keluar halaman dengan bergandengan tangan. Di sepanjang jalan, Sashi terkesima dengan pemandangan yang mereka lalui. Mereka melewati taman bunga yang indah, sebuah telaga yang airnya sangat bening tak jauh di belakang sebuah sekolah dasar dan kebun yang dipenuhi pohon jeruk.

”Sekarang kita menemui teman-temanku ya,” ajak Felika.

Sashi mengikuti langkah kecil Felika menuju sebuah rumah berhalaman luas yang tadi telah mereka lewati. Di halaman samping tampak empat orang anak sedang bermain kejar-kejaran. Ketika melihat Felika dan Sashi, mereka mengahmbur menghampiri.

”Teman-teman, ini Sashi, teman baru kita,” seru Felika.

Masing-masing mengenali diri. Sashi berusaha mengingat-ingat nama mereka. Ada Julian, Kania, Rose dan si kecil Dito.

”Kamu biasanya main apa, Sashi?” tanya Rose, ”atau hari ini kita mendengarkan cerita-cerita kamu aja ya.”

Teman-teman barunya yang lain mengangguk antusias. Sashi tertawa, senang memang memiliki teman-teman baru yang ramah. Sampai sore mereka bermain bersama. Sungguh menyenangkan.

”Besok kita main lagi ya, di rumahmu saja. Boleh tidak?” tanya Julian ketika mereka akan berpisah pulang ke rumah masing-masing.

Sashi mengangguk setuju. Setengah berlari dia menuju rumahnya. Rasanya ingin cepat-cepat menceritakan pengalaman barunya pada ibu. Segera setelah sampai ke rumah, Sashi mencari ibunya. Rupanya ibu sedang di dapur bersama ayah.

”Nah ini dia,” kata ayah ketika Sashi muncul dengan pipi bersemu merah. ”ayah dan ibu punya kabar gembira untuk Sashi.”

Sashi memandang ayah heran.

”Kabar apa ayah?” tanya Sashi cepat.

”Ayah dan ibu mengerti kalau Sashi tidak kerasan tinggal di sini. Jadi ayah memutuskan akan kita mencoba berunding dengan tante Geby untuk membeli rumah miliknya itu jadi kita bisa pindah ke rumah yang lama lagi,” jelas ayah.

Sashi terkejut. Tiba-tiba dia merasa malu sekali sama ayah dan ibu. Lihatlah, betapa selama ini dia telah membuat ayah dan ibu susah.

”Ayah, ibu, Sashi minta maaf. Sashi tidak mau kita kembali ke rumah yang lama. Sashi senang tinggal di sini, ” kata Sashi cepat dan kemudian ceritanya mengalir dengan penuh semangat tentang pengalamannya barusan.

Ayah dan ibu berpandangan geli.

”Benar kan ibu bilang, Sashi harus mau menerima hal-hal baru, pindah rumah tidak seburuk yang kamu kira, bukan?” goda ibu membuat Sashi tertawa kecil
”Sashi yakin tidak berubah pikiran?” tanya ayah.

Sashi menggeleng cepat-cepat. Dia ingin tetap tinggal di sini. Sungguh menyesal dia telah melewatkan beberapa hari dengan hanya bersedih hati padahal di rumahnya ini dia mendapatkan berbagai hal menarik, rumah yang indah dan teman baru yang menyenangkan. Tapi belum terlambat, bukankah masih ada hari esok dan Sashi tidak sabar menunggu pagi menjelang.

No comments: