Wednesday, February 14, 2007

Serial Sashi (judul II )


SASHI MASUK SEKOLAH



Matahari pagi begitu ramah dan hangat. Sinarnya yang keemasan membelai wajah Sashi. Sashi sedang sarapan di meja makan yang menghadap ke jendela dapur. Dengan cepat dia makan kue coklat berlapis selai strawberry dan meneguk segelas besar susu hangat. Yah, hari ini Sashi masuk sekolah.

”Sashi, Felika sudah menunggu,” panggil ibu.

“Ya bu, Sashi sudah siap,” seru Sashi lalu menyambar tas punggung berwarna merah muda yang tergeletak di meja makan.

Di teras, Felika menungguinya dengan muka yang sama semangatnya seperti Sashi. Sashi segera pamit dengan ibu.

”Hati-hati ya,” seru ibu sambil melambaikan tangan.

Sashi berjalan dengan hati berdebar-debar. Sekolah mereka letaknya tidak jauh dari rumah dan tempatnya mengasyikkan. Sashi bilang ini mengasyikkan karena di belakang sekolah ada sebuah telaga yang jernih airnya. Sungguh menyenangkan. Kalau ada waktu luang, mereka bisa membawa bekal roti dan sirup untuk piknik di sana.

”Senang ya Sashi, kita bisa sekolah sama-sama. Julian dan Rose juga sekelas dengan kita,” kata Felika.

Sashi mengangguk setuju. Dia tahu kalau Julian dan Rose, teman-teman bermainnya pun akan menjadi teman sekelasnya di sekolah nanti.

”Nanti kita satu meja ya,” kata Felika ketika mereka hampir mendekati gerbang sekolah.

”Tentu. Pokoknya aku harus duduk dekat kamu atau Rose,” tegas Sashi.

Tapi rupanya ibu guru telah memilih teman satu meja masing-masing. Sashi duduk satu meja dengan Lia begitu juga Felika dan Rose, mereka mendapat teman baru satu meja. Lia anaknya lincah dan Sashi gembira berteman dengannya.

Ibu guru membagi-bagikan daftar pelajaran. Untuk hari ini mereka belum sepenuhnya belajar. Tapi besok ada pelajaran berhitung dan membaca. Sashi dan teman-temannya sudah tidak sabar menunggu hari esok. Mereka begitu semangat menerima pelajaran.

**********

Dua bulan sudah berlalu dan Sashi tidak begitu semangat lagi pergi ke sekolah. Rasanya malas sekali baginya untuk bangun pagi lalu mandi, sarapan dan berangkat sekolah.



”Kenapa Sashi harus sekolah, bu?” tanya Sashi pagi itu dengan bersungut-sungut.

”Karena kamu harus jadi anak pandai,” tegas ibu. Ditariknya selimut Sashi dan mau tak mau Sashi menurut ketika ibu mendorongnya masuk ke kamar mandi.

Dalam perjalanan ke sekolah, Sashi mendapat ide.

Hari ini kita piknik saja yuk di dekat telaga. Di sana kan banyak pohon apel jadi ibu guru tak kan melihat kita main di sana,” bujuk Sashi. ”Sekali-sekali tidak masuk sekolah asyik kan?”
”Maksud kamu, kita bolos?” tanya Felika. ”Aku tidak mau ah.”


Felika rupanya tidak setuju dengan ide Sashi tapi Rose tidak keberatan.

”Ya sudah, kalau ibu Helen menanyakan kami, bilang saja kami sakit,” kata Rose pada Felika. Felika mengangguk saja. Akhirnya berdua Rose, Sashi menghabiskan pagi ini untuk piknik di tepi telaga. Bekal roti dan susu hangat mereka letakkan di bawah pohon apel dan kemudian mereka asyik bermain dengan gembira.

Sashi mencelupkan kedua telapak kakinya ke air telaga yang dingin. Di sebelahnya, Rose berbaring di rumput yang tebal dan menengadahkan mukanya menghadap langit biru. Sinar matahari berusaha mengintipnya dari balik dedaunan pohon apel.

”Kita harus sering-sering pikinik di sini ya, Ros,” seru Sashi.

Rose mengangguk, dia sedang menikmati angin segar meniup kulit mukanya. Matanya jadi mengantuk. Dipejamkannya matanya. Sekali-kali nakal, tidak mengapa, pikir Rose tersenyum. Baru saja di hampir terlelap ketika dirasakannya ada sesuatu yang merayap di punggungnya. Makin lama semakin gatal dan perih, Rose terlonjak, bayangan semut hitam besar membuatnya panik.

”Aduh...tolong,” Rose melompat-lompat dan memburu ke arah Sashi minta pertolongan. Namun kakinya tergelincir dan tubuhnya jatuh menimpa Sashi yang masih duduk di tepi telaga. Sashi ikutan panik. Dia tak sempat menahan tubuhnya dari dorongan tubuh Rose. Mereka berdua jatuh tercebur ke telaga. Untung saja air di tepi tidak begitu dalam, tapi tingginya yang sebatas pinggang Sashi dan Rose cukup membuat baju seragam kedua peri kecil itu basah kuyup.

”Aduh... bagaimana ini?” Sashi cemas. Tidak mungkin kan mereka pulang dengan baju basah begini, apa lagi jam pulang sekolah masih dua jam lagi.

”Kita harus menunggu baju kita kering dulu,” Rose merasa bersalah,” maaf ya Sashi, karena aku kau harus kedinginan.”

. ”Sudahlah, akulah yang salah, ide ke sini kan dari aku,” ujar Sashi sambil menggigil dingin.

Rose dan Sashi lalu duduk bersandar di bawah batang pohon apel, menunggu baju mereka kering dan menentukan waktu yang tepat untuk pulang bersamaan dengan jam pulang sekolah.

Sudah dua hari ini Sashi tidak masuk sekolah. Sashi terkena flu dan badannya panas. Ibu jengkel sekali ketika Sashi mengakui kesalahannya. Ayah cuma geleng-geleng kepala saja melihat peri kecilnya yang memang terkadang bandel itu. Felika yang selalu mengunjungi Sashi setiap pulang sekolah membawa kabar kalau Rose pun sakit seperti dirinya.

Siang ini Sashi sedang menunggu Felika datang. Duh rasanya tak enak kalau sakit seperti ini. Tiba-tiba Sashi rindu sekolah. Kalau dia tidak sakit, kan dia bisa bertemu dan bermain dengan teman-temannya. Sekarang dia cuma bisa tiduran saja di tempat tidur dan harus menelan obat yang pahit.

Sashi mendengar pintu kamarnya terbuka dan ibu masuk membawa bingkisan.

”Sashi, ibu Felika bilang ke ibu katanya Felika tidak bisa ke sini. Sore ini Felika dan teman-temanmu serta ibu guru Helen akan piknik di tepi telaga dekat sekolahmu itu,” ibu memberi tahu Sashi.

Sashi membelalakkan matanya. Oh, mereka piknik tanpa dia. Terbayang olehnya Felika dan teman-temannya bermain gembira sambil makan biskuit dan minum sirup segar di tepi telaga.

”Tapi jangan sedih, ini ada bingkisan dari oma,” kata ibu.

Sashi membuka bingkisan itu dengan cepat. Lima buah buku cerita anak-anak dan satu kartu dari oma. Sashi meminta ibu membacakan pesan di kartu dari oma.

”Sashi lekas sehat ya. Sekarang Sashi sudah sekolah bukan? Tentu sudah pandai membaca. Semoga buku-buku ini bisa menghibur cucu oma yang pandai ini” ibu membaca keras-keras tulisan oma di kartu.

Sashi menunduk. Dia belum mahir membaca walaupun sebagian teman-teman sekelasnya sudah bisa mengeja dengan baik bahkan membaca dengan lancar. Oh, Sashi sudah mau menangis saja, sungguh dia menyesal telah malas belajar dan sekolah. Ibu meletakkan buku-buku dari nenek di meja di samping tempat tidur Sashi dan mengecup pipinya sebelum keluar kamar. Sashi meraih satu buku cerita, duh gambar-gambarnya saja indah apa lagi ceritanya ya, kata Sashi dalam hati.

”Ibu...”Sashi memanggil ibu.

Ibu masuk dengan tergopoh, ”kenapa sayang?” tanya ibu khawatir.

”Bu, besok Sashi sudah boleh masuk sekolah belum? Sashi mau belajar biar bisa membaca dan jadi anak pintar,” kata Sashi malu-malu.

Ibu tersenyum senang. ”Tentu kalau Sashi sudah merasa sehat, ”ibu menatap Sashi, ”tapi sepertinya Sashi sudah sehat ya.”

”Oh...tentu bu, Sashi sudah sehat,” kata Sashi cepat,” Ah alangkah senangnya masuk sekolah lagi!”

No comments: