Wednesday, February 14, 2007

SERIAL SASHI (judul ke IV)


SASHI BELAJAR TERBANG


Dari sepulang sekolah Sashi tampak gelisah. Sebentar-sebentar dia melirik jam dinding berbentuk jamur hutan yang tergantung di dinding ruang tamu.

“Ayah kan pulang jam empat,” Ibu yang baru selesai membuat kue apel panggang tertawa geli melihatnya.

Sashi menyandarkan tubuhnya dengan malas di kursi beludru warna merah hati yang menghadap ke pintu depan.

“Iya bu, tapi kok jarum jam lama sekali berputarnya ya,” keluh Sashi.

“Sudah tidak sabar ya?” goda ibu. Ibu tahu hari ini ayah berjanji pada Sashi akan mengajarinya terbang sepulang dari ayah kerja. Sashi memang telah memililki sayap. Sayapnya tumbuh tidak lama setelah ulang tahunnya ke tujuh.

“Terbang itu sulit ya bu?” tanya Sashi. Hatinya berdebar-debar membayangkan kalau sebentar lagi dia akan belajar terbang.

“Tentu tidak, sayang. Tapi kau harus sungguh-sungguh berusaha. Itu seperti halnya kau belajar membaca,” ibu meyakinkan Sashi. “Nah, sambil menunggu ayah, nikmati dulu kue apel panggang ini.”

Sashi menerima sepotong kue apel panggang dari ibu. Asyik memang menikmati kue yang sedap tapi tetap saja yang paling diinginkannya ayah pulang segera. Untunglah tak beberapa lama ayah pulang dan Sashi menyambut ayah dengan melonjak gembira.

Sashi terengah-engah mengikuti ayah menaiki bukit hijau tak jauh dari rumahnya. Udara sore yang berangin cukup membuat badannya lebih segar.

Ayah tahu kalau Sashi selalu tidak sabaran bila memulai sesuatu. Tapi kali ini ayah Ayah ingin mengajarkan dengan santai dan tidak terburu-buru.

“Sashi sudah mengerti semua yang ayah ajarkan?” tanya ayah sambil duduk di rumput.
Sashi mengangguk cepat, “tapi prakteknya dong, ayah?”

Ayah tertawa. “Baiklah, sekarang perhatikan cara ayah terbang ya.”

Sashi memperhatikan ayah dengan semangat. Dicobanya apa yang dipelajari dari ayah. Tapi uuh…ternyata terbang itu sulit sekali. Berkali-kali Sashi jatuh terduduk di rumput. Untunglah rumputnya tebal jadi tidak begitu sakit.

“Ah ayah, ternyata terbang itu sulit ya,” Sashi bersungut-sungut ketika mereka sedang dalam perjalanan kembali kerumah. “Lihat saja, Sashi jatuh melulu!”

“Itu karena Sashi baru belajar, nanti juga bisa,” ayah menghiburnya. “Ayah dulu juga begitu kok.”

Sashi memandang ayah “Artinya Sashi pasti bisa terbang?”

“Asal kau berusaha dan tetap semangat, nak!” kata ayah tegas.

Satu bulan sudah berlalu namun sampai hari ini Sashi belum juga bisa terbang. Setiap akan mencoba untuk terbang selalu saja dia jatuh. Lama-lama Sashi putus asa.

“Mungkin Sashi memang tidak akan pernah bisa terbang,” ujar Sashi sedih.

“Kau salah sayang, teruslah mencoba!” nasihat ibu.

Sashi diam saja. Ibu yang salah, pikirnya. Sashi sudah capek dan tak mau belajar lagi.

“Nak, seperti ibu bilang dulu, belajar terbang itu sama seperti kau belajar membaca. Harus sabar dan tidak boleh malas. Kalau kau rutin mencobanya kau pasti bisa,” kata ibu sebelum keluar rumah. Ibu akan ke rumah ibunya Felika, tetangga mereka siang ini.

Sendirian di rumah rasanya tidak enak. Sashi memutuskan untuk berjalan-jalan keluar. Di dekat rumah mereka ada sebuah taman bunga yang indah. Wangi segar tercium ketika Sashi melangkahkan kakinya memasuki taman yang dipagari dengan bunga-bunga beraneka rupa. Ada bunga mawar, melati, anggrek, bunga matahari dan banyak lagi. Dengan asyik Sashi berbaring di rumput dan memandang berkeliling taman.

Tiba-tiba matanya terantuk pada seekor anak burung gereja yang terjatuh dari dahan sebatang pohon. Sashi ingin menolongnya tapi hoho…ternyata anak burung gereja itu sedang belajar terbang. Dan kali ini dia bangkit dan mencoba terbang lagi. Sashi menahan nafas setiap anak burung gereja itu terjatuh. Tapi anak burung gereja itu sepertinya memang tidak kenal lelah, dia berusaha dan terus berusaha.

Melihat Sashi, anak burung gereja itu tersenyum padanya. Dan hup....berhasil! Anak burung gereja itu bisa terbang walaupun tidak terlalu tinggi dan kini dengan riang mengelilingi taman bunga dan menganggukkan kepalanya pada Sashi.
Senang rasanya melihat anak burung gereja itu berhasil. Tiba tiba Sashi teringat dirinya. Ah, kenapa aku tidak memiliki semangat seperti anak burung itu ya, pikirnya.

“Kalau aku berusaha pasti bisa,” bisik Sashi pada dirinya sendiri.

Dengan semangat Sashi pergi menuju bukit hijau. Dan….lihatlah kini bagaimana dia berusaha mencoba belajar terbang lagi. Satu..dua…Hop…Sashi terjatuh. Tapi kali ini dia tak putus asa. Coba lagi dan coba lagi sampai akhirnya Sashi bisa terbang. Walaupun masih terbang rendah tapi setidaknya dia tidak terjatuh lagi dan ini sungguh ajaib.

Rasanya tidak sabar memberi tahu kabar gembira ini dengan ayah dan ibu. Hampir saja Sashi menabrak ibu yang baru pulang dari rumah Felika.

“Ada apa sayang?” tanya ibu bingung.

“Ibu benar, kalau kita berusaha dan terus mencoba, kita pasti bisa!” seru Sashi.
“Maksud Sashi?” ibu tak mengerti.

Ibu senang sekali mendengarkan cerita Sashi tentang seekor anak burung gereja yang belajar terbang membuat semangat Sashi untuk mencoba belajar terbang timbul lagi.

“Begitulah sayang, tak ada yang tak bisa kalau kau berusaha. Seperti seorang anak yang baru belajar berjalan, atau saat kau belajar membaca, belajar naik sepeda, belajar berhitung dan belajar apa saja. Yang penting……” ibu menggantungkan kalimatnya dan tersenyum menggoda Sashi.

“Tetap semangat!” sahut Sashi. Yah… senang sekali rasanya bila punya semangat untuk mencoba dan belajar.

No comments: