Monday, February 26, 2007

LUKISAN UNTUK RAJA


Semenjak permaisurinya wafat tiga bulan yang lalu, Raja Wika selalu tampak berduka. Mukanya murung dan tidak bergairah. Pangeran Akhsa pun menjadi sangat sedih.

”Apa yang harus kita lakukan, paman Patih?” tanya Pangeran Akhsa pada Patih Gondana.

”Pangeran, apa sebaiknya kita pun meminta bantuan pada penduduk negeri ini?” Patih Gondana balik bertanya, ”mungkin ada yang bisa membantu menghilangkan kesedihan sang raja.”

”Laksanakanlah usulmu itu, paman!” perintah Pangeran Aksha, ”akan kuhadiahkan 100 keping uang emas bagi mereka yang berhasil membuat ayahanda gembira kembali.”

Akhirnya setelah Patih Gondana mengumumkan sayembara ke seluruh penjuru negeri, berbondong-bondonglah rakyat datang ke istana. Mereka pun tak urung menjadi sedih mengetahui keadaan raja mereka yang tadinya terkenal dengan keceriaan dan kebaikannya. Mereka berpikir keras mencari akal untuk mengembalikan keceriaan sang raja. Berbagai cara mereka lakukan. Ada yang mencoba melucu di depan sang raja, ada yang bernyanyi, menari dan lain-lain. Namun tak satu pun yang berhasil. Raja Wika tetap menekuk muka dan duduk termangu di kamarnya.

Pangeran Akhsa bertambah gundah,” apa lagi yang harus aku lakukan?” pikirnya putus asa. Tiba-tiba tampak seorang anak kecil datang menemuinya.

”Ampun pangeran, izinkan aku membantu sang raja,” ujar anak laki-laki itu.

”Apa yang bisa kau lakukan, adik kecil?’ tanya Pangeran Akhsa.

”Ketahuilah pangeran, beberapa waktu yang lalu, baginda raja telah memberi bantuan uang pada kami ketika ibu saya sakit hingga saya bisa membeli obat dan makanan untuk ibu saya. Ibu saya kini telah sehat dan kami merasa sangat berhutang budi. Betapa hamba dan ibu hamba ingin sekali membalas kebaikan sang raja. Namun kami tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya keinginan itu kami tuangkan dalam lukisan ini,” ujar anak kecil itu sambil membuka bungkusan benda besar yang di bawanya, ”hamba berharap lukisan kami ini dapat membuat raja kembali gembira.”

Pangeran Akhsa mengamati lukisan itu. Lukisan seorang raja persis sekali dengan raja Wika sedang duduk di singgasana dan dan tersenyum arif.

”Setiap kali kuas kami menyentuh kanvas, do’a kami selalu mengalir untuk kebahagiaan baginda raja,” lanjut anak kecil itu lalu mohon diri untuk pulang.

Sepeninggal anak kecil itu, masih dengan hati yang bimbang, pangeran Akhsa memerintahkan pelayan untuk memasang lukisan itu di kamar ayahnya.

”Aku tidak tahu apa itu akan berhasil,” gumam pangeran Akhsa, ”tapi setidaknya aku ingin menghargai jerih payah anak kecil dan ibunya itu. Semoga do’a mereka memberikan keajaiban untuk ayahanda.” do’a pangeran Akhsa.

Raja Wika tengah berbaring letih di tempat tidurnya. Badannya terasa sakit dan lemah. “lebih baik aku beristirahat dulu.,” gumam Raja Wika.

Baru saja Raja Wika ingin memejamkan matanya, tiba-tiba matanya terantuk lukisan di depannya.

“Siapa yang memasang lukisan ini di sini?”Raja Wika bingung.

Seperti ada kekuatan yang membuat Raja Wika bangkit untuk mengamati lukisan itu lebih dekat. Perlahan dirabanya lukisan yang entah mengapa menarik perhatiannya itu. Ajaib. Seolah ada hisapan kuat menyedot tubuhnya, Cuma dalam hitungan detik, raja Wika merasa tubuhnya tertarik masuk ke dalam lukisan. Tampak sebuah persimpangan jalan terpampang di depannya.

“Akan kemanakah ujung dua jalan ini? “pikir Raja Wika, ”hmm...akan aku coba menyusuri jalan sebelah kiri ini.”

Raja Wika mulai melangkah. Tampak negeri yang lengang dengan sebuah istana yang tidak terawat di tengah-tengah negeri terpampang jelas di depannya.

“Kenapa negeri ini begitu sepi?” tanya Raja Wika pada seorang lelaki tua yang sedang duduk termenung di bawah sebatang pohon,” cuma kau yang aku temui di sini.”

“Dulu aku raja di kerajaan ini. Tapi kesedihan yang berkepanjangan membuatku lupa akan kewajibanku sebagai seorang raja. Kerajaan kami diserang tanpa kami sanggup melawan. Anakku dan seluruh pengawalku ditawan. Rakyatku meninggalkan negeri ini dengan kesedihan. Hingga kini aku tak tahu nasib mereka,” ujar lelaki tua itu sambil terisak.

“Apa yang membuatmu bersedih?” tanya Raja Wika.

“Maaf saya tidak bisa memberi tahu anda. Pergilah dari sini. Saya do’akan semoga nasib anda tidak seperti nasib saya.” Kata lelaki tua itu lalu berlalu meninggalkan Raja Wika.

Dengan ragu, Raja Wika berbalik ke tempat semula dan mulai melangkahkan kakinya menyusuri jalan yang mengarah ke kanan. Kali ini ditapakinya kakinya dengan cepat. Kini tampak olehnya negeri yang indah dengan istana yang megah. Raja Wika mencoba masuk ke istana. Seorang raja dengan tersenyum ramah menyambutnya.

“Silahkan datang ke negeri kami, Raja Wika,” sambut sang raja di depannya.

“Negeri anda begitu indah dan anda begitu gembira. Sungguh menyenangkan rupanya kehidupan anda,” ujar raja Wika.

“Haha…tahukah anda, bukankah setiap orang tak luput dari masalah. Tapi untuk apa kita berlarut-larut dalam kesedihan. Masih banyak yang harus kita perhatikan. Ada rakyat yang mengharapkan perlindungan dari rajanya. Ada anak-anak yang butuh kasih sayang dari ayahandanya.” ujar raja di depannya dengan tertawa riang, “Semoga kegembiraan menyertaimu, raja Wika.”

Raja Wika tak bisa berkata-kata. Tiba-tiba dia teringat kerajaannya, anaknya, dan penduduk negeri yang dicintainya. Raja Wika segera mohon diri dan bergegas kembali ke jalan semula. Ketika Raja Wika sampai pada persimpangan jalan, angin berhembus pelan dan semakin lama semakin kencang menerpa tubuhnya. Tubuh Raja Wika dibawa berputar-putar di dalam gulungan angin yang kencang….dan..

“Bukk” Raja Wika terjatuh di tempat tidurnya.

“Apakah aku mimpi?” tanya Raja Wika bingung. Disekanya dahinya yang berkeringat,

“Ini pasti bukan mimpi, badanku sungguh letih seperti habis berjalan jauh,” gumam raja Wika sambil terpekur. Kejadian barusan masih sangat membekas. Teringat olehnya dua sosok raja seolah cerminan dirinya di masa mendatang. Tiba-tiba Raja Wika tersadar, betapa selama ini dia telah larut dalam kesendirian yang lama dan panjang.

“Kasihan anakku dan seluruh rakyatku, Aku harus bangkit dan keluar dari kesedihan ini ” janji Raja Wika dalam hati. Raja Wika keluar dari kamarnya dan duduk kembali ke singgasana dengan senyum yang mulai terkembang.

Begitulah, berangsur-angsur raja Wika kembali seperti sedia kala. Sorot mata dan senyumnya kini terlihat gembira. Dan cuma kepada putranyalah, raja Wika menceritakan pengalamannya itu. Pangeran Akhsa tentu saja sangat bersuka ria. Segera saja dia memerintahkan seluruh pengawal kerajaan untuk mencari anak kecil yang telah memberikan lukisan untuk ayahandanya. Tapi sampai berhari-hari, anak kecil itu tak jua ditemukan. Mungkin anak kecil itu telah pergi ke tempat yang sangat jauh dan tak ingin pangeran dan raja menemuinya.

Tentang lukisan ajaib itu, raja Wika tetap memasangnya terus di kamarnya. Walaupun setelah kejadian yang dialaminya itu, tak pernah lagi raja Wika mengalami kejadian serupa. Tapi lukisan itu tetap menjadi kenangan tersendiri bagi sang raja.


No comments: