Monday, February 26, 2007

KAOS KAKI KEBERUNTUNGAN

”Uugg sebal, sepertinya aku memang tidak berbakat jadi pemain badminton,” keluh Dodi sambil masuk ke rumah. Arman, kakak Dodi yang sedang belajar Matematika untuk ulangan harian besok menoleh.

”Kamu ini, masuk rumah langsung ngomel-ngomel, kenapa sih?” tanya Arman.

Setelah melepaskan kaos kaki dan sepatu bolanya, Dodi merebahkan tubuhnya di atas permadani di depan televisi dan mulai memencet-mencet tombol remote.

”Aduh....ditanya kok malah nonton tv. Nonton tv nya nanti saja dong, kakak kan sedang belajar,” seru Arman, sedikit kesal melihat kelakukan adiknya yang kadang seenaknya saja.

”Tadi di sekolah pas latihan badminton, Dodi kalah melawan Yudha, kak” ujar Dodi manyun.

”Yah....kalau lomba kan pasti ada yang menang dan kalah dong,” hibur Arman.

”Tapi kan Dodi ingin sekali menjadi atlit badminton kak. Dodi takut kalau Pak Edo tidak akan mengajak Dodi untuk ikut lomba bulan depan,” cetus Dodi murung, ”Padahal bulan depan kan lomba badminton antar Sekolah Dasar.”

”Lho kan masih ada waktu satu bulan untuk berlatih,” Arman mengingatkan Dodi.

”Yaa....Dodi sudah putus asa ah,” ujar Dodi malas.

Arman Cuma geleng-geleng kepala melihat tingkah laku Dodi. Arman kenal betul sifat Dodi. Dodi sebenarnya jago badminton. Tapi Dodi mudah sekali patah semangat dan kalau sudah begitu, dia jadi malas latihan dan menyerah sebelum lomba dimulai.

”Dod, kamu ingat tidak ketika team sepak bola kakak menang?” tanya Arman.

”Ingat dong, dan kak Arman mendapat penghargaan sebagai pencetak gol terbanyak,” kata Dodi sambil mengernyitkan dahinya, bingung, ”memangnya kenapa kak?”

”Kakak ada sebuah rahasia tapi kamu jangan bilang sama siapa pun juga ya,” bisik kak Arman pelan, takut kalau ibu yang sedang memasak di dapur, mencuri dengar.

”Iya janji!” sahut Dodi tak sabar.

”Kakak bisa mencetak gol terbanyak waktu itu karena kaos kaki yang kakak pakai,” ujar Arman.

”Hah...maksud kak Arman gimana?” tanya Dodi tambah bingung.

”Dod, tahu nggak, kaos kaki itu kakak beli tak sengaja di pasar malam. Ternyata yang menjual kaos kaki itu adalah orang pintar. Orang itu sudah memantra-mantrai kaos kaki itu dan siapa pun yang memakainya dia akan menang dalam setiap lomba mana pun,” kata kak Arman.

”Kok kakak nggak bilang-bilang sih kak?” tanya Dodi, ”Dodi juga mau beli kak.”

”Penjualnya sudah tidak ada lagi sekarang, sudah keluar kota. Tapi kakak bisa meminjamkan kamu asal kamu janji menjaga kaos kaki itu jangan sampai robek, janji?” tanya kak Arman.

Dodi mengangguk mantap.

”Dan jangan buka rahasia kita ya,” tegas Arman lagi. ”Oh iya ada lagi syaratnya Dod, khasiat kaos kaki itu akan menjadi ampuh bila telah kamu pakai lebih dari dua belas kali.”

Dodi mengacungkan jempolnya tanda setuju. Ah...tidak sulit memenuhi syarat itu, bukankah dia bisa memakai kaos kaki itu setiap latihan. Dan dia akan berlatih terus supaya kaos kaki itu lebih ampuh khasiatnya. Hatinya gembira kini. Hoho....dengan kaos kaki keberuntungan kak Arman, dia pasti akan menjadi juara.

Sudah hampir sebulan ini Dodi rajin sekali latihan badminton. Sepulang sekolah dia selalu minta ditemani Arman sebagai lawan mainnya. Bahkan ibu dan ayah kebagian menjadi lawan mainnya ketika hari libur.

”Wah.....kamu pasti jadi juara, Dod,” puji ayah kagum melihat perkembangan permainan badminton Dodi.

”Iya dong, Dodi.....,” Dodi meringis sambil mengerdipkan sebelah matanya pada Arman yang pura-pura tidak melihat.

”Ayah, ibu dan kak Arman mesti datang ya besok minggu,” ujar Dodi berharap.

”Mudah-mudahan ayah dan ibu tidak ada urusan penting ya, Dod,” kata Ayah,” Yang penting kamu harus main yang terbaik ya, tidak usah pikirkan dulu soal kalah atau menang.”

Dodi mengangguk mendengar nasihat ayah. Tentu saja dia akan melakukan yang terbaik, bukankah kini ada kaos kaki keberuntungan yang akan membawanya menjadi sang juara.

Akhirnya lomba badminton antar sekolah berlangsung. Dodi tampil piawai di lapangan. Ayah, ibu dan Arman mengacungkan jempol setiap kali Dodi berhasil meraih angka. Dodi memang terlihat begitu percaya dirin. Pak Edo, guru olahraga di sekolahnya tak henti-hentinya bertepuk tangan menyemangatinya. Teman-temannya pun berteriak-teriak untuk kemenangan Dodi. Perjuangan Dodi tak sia-sia, dia menang sebagai juara pertama.

Ayah, ibu dan Arman tak henti-hentinya memuji permainan Dodi. Pun sampai di rumah ketika mereka sedang makan malam, topik permbicaraan selalu tentang kemenangan Dodi. Tapi muka Dodi tampak sedih.

”Kok yang menang malah murung?”tanya ibu.

”Seharusnya Dodi tidak menang bu, kalau bukan karena kaos kaki kak Arman. Ah, lebih baik kalah ya asalkan Dodi tidak curang,” ujar Dodi.

Ayah dan ibu tampak bingung. Kak Arman akhirnya menceritakan tentang kaos kaki keberuntungan pada ayah dan ibu. Dodi menekuk muka dengan sedih dan menunduk menghindari tatapan ayah dan ibu yang pasti marah padanya. Tapi tiba-tiba kak Arman tertawa terbahak-bahak membuat Dodi kaget.

”Hahahaa.....itu kan cuma akal-akalan Arman saja bu, kalau tidak dibohongin seperti itu, Dodi sudah putah semangat dan nggak percaya diri,” seru Arman geli.

”Jadi?” mata Dodi membulat.

”Iyalah, mana ada kaos kaki keberuntungan. Kaos kaki itu kan ibu yang beli,” ujar Arman sambil senyum-senyum.

”Hah....kak Arman tega banget sih,” kata Dodi kesal, ”Itu artinya Dodi memang menang karena usaha sendiri ya?”

Hahaha......ayah, ibu dan kak Arman tertawa diikuti tawa Dodi yang paling nyaring karena hatinya telah tenang dan lega. Ah...kak Arman memang ada-ada saja!


No comments: