Wednesday, February 21, 2007

SERIAL POLLY (judul ke V)

RAMALAN UNTUK POLLY


Ada pasar malam di dekat rumah Polly. Bersama Lodi, Lovina dan Betsy, Polly menghabiskan sabtu sore di sana. Mereka naik komedi putar sampai tiga kali dan tak puas-puasnya main melempar gelang. Lihatlah, kantong-kantong yang mereka jinjing dipenuhi oleh barang-barang yang mereka menangkan dari permainan melempar gelang.

“Itu ada peramal,” ujar Lovina, “kita kesana yuk!”

Semua menyetujui usul Lovina dan mendekati seorang gadis muda dengan pakaian ala gypsinya.

“Halo adik-adik…ada yang mau saya lihat telapak tangannya?” tanya nona peramal ramah.

Polly dan teman-temannya mulai bergiliran menyodorkan telapak tangan masing-masing.

“Kau cantik dan pintar, rajinlah belajar, kau pasti selalu menjadi juara kelas,” ujar nona peramal membuat pipi Lovina bersemu merah jambut.

“Kau banyak sekali makan yang manis-manis, mmm…makannya dikontrol ya sebab tubuhmu akan gemuk dan kau menjadi malas,” kata nona peramal membuat Betsy meringis.

“Kau berani dan cerdas. Wah…kau ini akan menjadi saingan temanmu yang cantik itu ya,”ujar nona peramal pada Lodi.

Dan kini giliran Polly yang terlihat agak sungkan mengulurkan tangannya.

“Mmm…..sungguh mengerikan….kau tak akan naik kelas bila …”kata-kata nona peramal terhenti karena teriakan kaget Polly.

“Huh…aku tak percaya ramalan!” seru Polly lalu berlalu meninggalkan nona peramal dan teman-temannya yang melongo melihat tingkahnya.

Polly uring-uringan. Kata-kata peramal itu terus terngiang-ngiang di telinganya. Uggh...sebenarnya Polly takut sekali apa lagi ujian kenaikan kelas akan berlangsung satu bulan lagi.

”Kau yakin dengan ramalan itu, Lody?”tanya Polly pada Lody. Sore itu mereka sedang duduk santai di bawah pohon jambu air di depan rumah Lody.

”Iya dong, mmm....aku harus belajar rajin,” ujar Lody,”kalau tidak Lovina pasti akan mengalahkanku!”

”Huh...aku sih tidak percaya,”dengus Polly,”akan kubuktikan kalau ramalan nona peramal itu tidak benar!”

”Kalau begitu, harus kau buktikan, Polly! tantang Lody,”soalnya, aku pun percaya dengan ramalan nona peramal itu tentangmu, hehe..”

Lody tertawa membuat Polly yang semakin jengkel memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Di rumahnya, Polly tetap kepikiran. Uggg...bagaimana kalau ramalan itu terbukti benar ya? Polly semakin uring-uringan.

”Akan kubuktikan kalau ramalan itu salah,”pikir Polly, ”aduh..tapi bagaimana caranya?”

”Kau harus belajar giat dari sekarang, Polly,” begitu kata Lovina di telepone.
Belajar? Hfff...Polly menggeleng malas. Ditatapnya buku-buku yang tersusun di meja belajarnya. ”Ahh...aku mulai mengerjakan PR Matematika ini saja,” kata Polly akhirnya.

”Waduh....PR ini susah sekali,” keluh Polly, ”kalau aku bertanya pada Lovina, mau tidak ya Lovina memberi tahu jawabannya?”

”Kamu ke rumahku saja, Polly, kita belajar sama-sama,” ujar Lovina ketika Polly meneleponnya.

Dengan ragu Polly berjalan ke rumah Lovina untuk belajar bersama, sesuatu yang sangat langka terjadi padanya.

Satu bulan berlalu dan ujian kenaikan kelas telah dilangsungkan. Hari pengumuman kenaikan kelas pun tiba. Jantung Polly berdebar kencang. Ramalan nona peramal terus saja menghantuinya.

”Polly...ini raportmu,”panggil pak Todry.

Polly melangkah dengan kaki gemetar. Diterimanya raport bersampul biru bertuliskan namanya dari Pak Todry dengan gelisah.

”Bagaimana nilai-nilaimu, Polly?”tanya Lovina.

Polly menggelengkan kepalanya dan memberikan raportnya pada Lovina. Lovina membuka raport Polly dengan cepat.

”Hei......kau naik kelas, Polly, nilaimu bagus!”seru Lovina.

Polly kaget. Dijulurnya kepalanya melihat raport miliknya yang sedang dipegang Lovina. Oh...mata Polly menangkap nilai-nilai yang cukup memuaskan tertuang di raportnya. Matematika tujuh, IPA tujuh,.....

”Ini raportku kan, Lovina?” tanya Polly tidak percaya.

”Ya iyalah, kau pikir raportku?” sahut Lovina geli, ”aku kan juara kelas, Polly, nilaiku lebih bagus dari ini koq, hehe..”

”Tapi...”Polly bingung,” uggh...sekarang aku bisa membuktikan kalau ramalan peramal itu salah!”

”Hehe....sebenarnya untung juga ya kau diramal seperti itu,”cetus Lovina,”kalau tidak kau tidak akan ketakutan dan terpacu untuk belajar. Tapi kan peramal itu benar juga, Polly.”

”Maksudmu?” tanya Polly.

”Peramal itu mengatakan kau kan tidak akan naik kelas bila kau tetap malas belajar. Kau sih....meninggalkan peramal itu sebelum dia menuntaskan kata-katanya.”

Polly manggut-manggut mengerti.

”Hehe....tapi sebenarnya, aku pun tak pernah percaya dengan ramalan. Ramalan itu hanya perkiraan saja dan tidak pasti, bukan?” ujar Lovina,”kita dong yang menentukan langkah kita sendiri bukan orang lain!”

Polly mengernyitkan dahinya,”upss...hampir saja ramalan itu terbukti kalau aku tidak merubah sikapku yang pemalas selama ini ya, Lovina.”

”ngomong-ngomong, ini kan raport terbaikmu kan Polly?”bisik Lovina,”biasanya banyak angka merah menghiasi raportmu...hehe...”

Lovina tertawa geli dan deraian tawanya mengalir pada Polly yang kini lega kalau dia telah membuktikan kalau ramalan padannya itu terbukti tidak benar dan ini tentu saja karena dia telah giat belajar selama ini!








No comments: